BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini sebagian masyarakat Indonesia yang mengabaikan
arti dari pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi.
Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang tidak mengetahui makna dari
dasar negara dan konstitusi tersebut. Terlebih di era globalisasi ini
masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah pengaruh positif dan negatif dari
globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang dasar
negara dan konstitusi diharapkan masyarakat Indonesia mampu
mempelajari, memahami serta melaksanakan segala kegiatan kenegaraan
berlandasakan dasar negara dan konstitusi, namun tidak kehilangan jati dirinya.
Dasar Negara menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi.
Dasar Negara menempati kedudukan sebagai norma hukum tertinggi disuatu
Negara. Sebagai norma tertinggi, dasar Negara menjadi sumber bagi pembentukan
norma-norma hukum dibawahnya. Konstitusi adalah salah satu norma hukum dibawah
dasar Negara. Dalam arti yang luas : konstitusi adalah hukum tata negara, yaitu
keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem
ketatanegaraan suatu negara, dalam arti sempit : konstitusi adalah
Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan
yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara.
Norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan dengan norma
dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam
dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum dari Negara. Terdapat
hubungan-hubungan yang sangat terkait antara keduanya yang perlu kita ketahui.
B. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari
Negara dan Konstitusi
2. Untuk mengetahui hubungan antara
Negara dan Konstitusi
C. Rumusan Masalah
Adapun
yang kami jelaskan di sini rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apakah pengertian Negara itu?
2. Apakah pengertian Konstitusi
itu?
3. Bagaimankah hubungan antara Negara dan
Konstitusi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Negara
1. Pengertian Negara
Di
bawah ini disajikan beberapa perumusan mengenai pengertian Negara.
1.
Roger H. soltau: “Ngara adalah alat
(agency) atau wewnang (authority) yang mengatur atau mengendalikan
persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat.”
2. Max weber: “Negara adalah suatu
masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah
dalam suatu wilayah.”
3. Robert M. Maclver: “Negara adalah
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu wilayah dengan
berdasarkan sistim hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk
maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.”
Jadi, sebagai pengertian umum dapat dikatakan bahwa Negara
adalah suatu daerah territorial yang yang rakyatnya di perintah (governed) oleh
sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganegaranya ketaatan pada
peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistik dari
kekuasaan yang sah.
(Budiarto.
1978: 39-40)
2. Unsur Pembentuk Negara
Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau
beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah
tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib
dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di
wilayahnya. Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama
yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan
mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi
lainnya. Terdapat beberapa elemen yang berperan dalam membentuk suatu
negara, yaitu:
1.
Penduduk
Dengan penduduk suatu Negara dimaksudkan semua orang yang
pada sustu waktu mendiami wilayah Negara . Mereka mereka itu secara sosiologis
lazim disebut “rakyat” dari Negara itu. Rakyat dalam hubungan ini diartikan
sebagai sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Ditinjau dari suatu hukum, rakyat
merupakat warganegara suatu Negara. Warganegara adalah seluruh individu yang
mempunyai ikatan hukum dengan suatu Negara tertentu. Mungkin tidak dapat
dibayangkan adanya suatu Negara tanpa rakyat, tanpa warganegara. Rakayat
(warganegara) adalah substratum personil dari Negara. Tanpa warganegara, Negara
akan merupakan suatu fiksi besar.
Jika penduduk adalah substratum personil suatu Negara, maka
wilayah adalah landasan materiil atau landasan fisik Negara. Sekelompok manusia
dengan pemerintahan tidak dapat menimbulkan Negara, apabila kelompok itu tidak sedentair
(menetap) pada suatu wilayah tertentu. Bangsa-bangsa yang nomadis tidak mungkin
mendirikan Negara, sekalipun sudah mengakui segelintir orang-orang sebagai
penguasa. Luas wilayah Negara ditentukan oleh pembatasan-pembatasannya dan di
dalam batas-bats ini Negara menjalankan yurisdiksi territorial atas aorang dan
benda yang berada di dalam wilayah itu, kecuali beberapa golongan orang dan
benda yang dibebaskan dari yurudiksi itu, misalnya perwakilan diplomatic Negara
asing dengan harta benda mereka.
2.
Pemerintahan
Pemerintah juga merupakan salah satu diantara tiga unsur
konstitutif Negara. Sekalipun telah ada sekelompok individu yang mendiami suatu
wilayah, namun belum juga diwujudkan suatu Negara, jika tidak ada segelintir
orang yang berwenang mengatur dan menyusun bersama itu. Pemerintah adalah
organisasi yang mengatur dam memimpin Negara. Tanpa pemerintah tidak mungkin
Negara itu berjalan dengan baik.
Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas kekacauan,
mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang
bertentangan. Oleh karena itu mustahillah adanya masyarakat tanpa
pemerintah. Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari, yang
menjalankan kepentingan-kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan
tujuan-tujuan Negara, menjalankan funsi-fungsi kesejahteraan bersama.
Untuk
menjalankan funsi-fungsinya dengan baik dan efektif, pemerintah menggunakan
atribut hukum dari Negara, yakni kedaulatan. Pada pemerintahan kedaulatan
sebagai atribut Negara dikonretasasikan. Kekuasaan pemerintah biasanya di bagi
atas legislative, eksekutif dan yudikatif.
3.
Pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure)
Pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara
lain yang telah memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin, rakyat dan
wilayahnya. Berdasarkan sifatnya, pengakuan de facto bersifat
tetap, yakni pengakuan dari negara lain dapat menimbulkan hubungan bilateral di
bidang perdagangan dan ekonomi untuk tingkat diplomatik belum dapat
dilaksanakan. Pengakuan de facto ini
berkaitan dengan pengakuan kedaulatan de facto suatu negara, menunjuk
pada adanya pelaksanaan kekuasaan secara nyata dalam masyarakat yang dinyatakan
merdeka atau telah memiliki independensi. Kekuasaan yang nyata dalam masyarakat
yaitu dimana masyarakat telah tunduk pada kekuatan penguasa secara nyata yang
di sebut de facto.
Kekuasaan yang diperoleh penguasa secara murni dari
masyarakat atau kehendak masyarakat ( hal ini pernah terjadi pada kasus
Timor-Timur pada tahun 1975, pada saat itu sebagian besar rakyat Timor-timur
secara sadar memilih penguasa pemerintah Indonesia berkuasa atasnya, dan
dinyatakan pemerintah Indonesia mempunyai pengakuan kedaulatan de facto atas
Timor Timur secara syah.
Pengakuan de jure adalah pengakuan terhadap suatu
negara secara resmi berdasarkan hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan
secara internasional
Berdasarkan
sifatnya pengakuan de jure dibagi menjadi dua, yakni :
1. Tetap, ini berlaku untuk
selama-lamanya sampai waktu yang tidak terbatas.
2. Penuh, ini mempunyai dampak
dibukanya hubungan bilateral di tingkat diplomatik dan Konsul, sehingga
masing-masing negara akan menempatkan perwakilannya di negara tersebut yang
biasanya di pimpin oleh seorang duta besar yang berkuasa penuh.
3. Asal mula terjadinya Negara
1. Secara Faktual
a.
Occupatie/Kependudukan
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan
belum dikuasai kemudian diduduki dan dikuasai oleh kelompok tertentu. Contoh :
Liberia diduduki budak–budak negro yang dimerdekakan tahun 1847.
b. Cessie/Penyerahan
Sebuah
daerah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan perjanjian.
c.
Acessie/Penaikan
Lumpur
Bertambahnya
suatu wilayah karena proses pelumpuran laut dalam kurun waktu yang lama dan
dihuni oleh kelompok.
d. Fusi/Peleburan
Peleburan
2 negara atau lebih dan membentuk 1 negara.
e.
Proklamasi
Suatu daerah yang semula termasuk daerah negara tertentu
melepaskan diri dan menyatakan kemerdekaannya. Contoh : Belgia melepaskan diri
dari Belanda tahun 1839, Indonesia tahun 1945, Pakistan tahun 1947 (semula
wilayah Hindustan), Banglades tahun 1971 (semula wilayah Pakistan), Papua
Nugini tahun1975 (semula wilayah Australia), 3 negara Baltik (Latvia, Estonia,
Lituania) melepaskan diri dari Uni Soviet tahun 1991, dsb.c. Peleburan menjadi
satu (Fusi).
Beberapa negara mengadakan peleburan menjadi satu negara
baru. Contoh : Kerajaan Jerman (1871), Vietnam (1975), Jerman (1990), dsb.
f.
Innovation/Pembentukan Baru
Suatu
negara pecah dan lenyap, kemudian diatas wilayah itu muncul negara baru.
Contoh
: Jerman menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur tahun 1945.
g.
Anexatie/Pencaplokan/Penguasaan
Suatu negara berdiri di suatu wilayah yang dikuasai (
dicaplok ) oleh bangsa lain tanpa reaksi berarti. Contoh: negara Israel ketika
dibentuk tahun 1948 banyak mencaplok daerah Palestina, Suriah, Yordania dan
Mesir.
2.
Secara Teoritis
a.
Teori
Ketuhanan
Dasar pemikiran teori ini adalah suatu kepercayaan bahwa
segala sesuatu yang ada atau terjadi di alam semesta ini adalah semuanya
kehendak Tuhan, demikian pula negara terjadi karena kehendak Tuhan. Sisa–sisa
perlambang teori theokratis nampak dalam kalimat yang tercantum di berbagai
Undang–Undang Dasar negara, seperti : “….. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa” atau “By the grace of God”.
Teori
ini dipelopori oleh Agustinus, Friedrich Julius Stahl, dan Kraneburg.
b.
Teori Kekuasaan
Menurut teori ini negara terbentuk karena adanya kekuasaan,
sedangkan kekuasaan berasal dari mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa,
sehingga dengan demikian negara terjadi karena adanya orang yang memiliki
kekuatan/kekuasaan menaklukkan yang lemah.
c.
Teori Perjanjian Masyarakat
Menurut teori ini, negara terbentuk karena sekelompok
manusia yang semula masing–masing hidup sendiri–sendiri mengadakan perjanjian
untuk membentuk organisasi yang dapat menyelenggarakan kepentingan bersama.
Teori ini didasarkan pada suatu paham kehidupan manusia dipisahkan dalam dua
jaman yaitu pra negara (jaman alamiah) dan negara.
Teori
ini dipelopori oleh Thomas Hobbes.
d.
Teori Hukum Alam
Menurut teori ini, terbentuknya negara dan hukum dengan
memandang manusia sebelum ada masyarakat hidup sendiri–sendiri. Pemikiran pada
masa plato dan Aristoteles
5. Proses pertumbuhan Negara
1. Secara Primer
Terjadinya Negara Secara Primer (Primaires Wording) dimulai
dari masyarakat hukum yang paling sederhana kemudian berkembang secara bertahab
ke tingkat yang lebih maju. Dibawah ini adalah fase-fase pertumbuhan negara
secara primer:
a.
Fase kelompok/suku ( Genootschaf )
Awal kehidupan manusia dimulai dari keluarga, kemudian terus
berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu/suku.
b. Fase Kerajaan ( Rijk )
Kepala suku yang semula berkuasa dimasyarakat hukumnya
kemudian mengadakan ekspansi ( Perluasan Kekuasaan ) dengan menaklukan negara
lain. Hal ini mengakibatkan berubahnya fungsi kepala suku dari primus
interparest menjadi seorang raja.
c.
Fase
Negara Nasional ( Staat )
Pada fase ini kesadaran bernegara masyarakat telah muncul.
Akan tetapi, raja yang memerintah menjalankan kekuasaannya secara absolute
dengan sistem pemerintahan terpusat ditangan raja.
d. Fase Demokrasi ( Democratishe Natie
)
Fase
ini terbentuk atas dasar kesadaran akan adanya kedaulatan ditangan rakyat.
2. Secara Sekunder
Secara sekunder, adalah pertumbuhan negara yang dihubungkan
dengan negara yang sudah ada sebelumnya, hanya karena sebab-sebab tertentu
seperti:
a.
Revolusi
Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung
secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam
revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan
terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat
memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu
puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah sendi-sendi pokok
kehidupan masyarakat.
b. Interventasi
Intervensi adalah sebuah istilah dalam
dunia politik dimana ada negara yang mencampuri urusan negara lainnya yang
jelas bukan urusannya. Adapula definisi intervensi adalah campur tangan yang
berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial dan budaya.Sehingga negara yang melakukan intervensi
sering dibenci oleh negara-negara lainnya. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia Ialah [n] campur tangan dalam perselisihan antara dua pihak
(orang, golongan, negara, dsb)
c.
Penaklukan
Suatu daerah belum ada yang menguasai kemudian diduduki oleh
suatu bangsa. Contoh : Liberia diduduki budak–budak negro yang dimerdekakan
tahun 1847.
6.
Fungsi Negara
Akan tetapi setiap Negara, terlepas dari ideologinya,
menyelenggarakan beberapa fungsi minimum yang mutlak perlu yaitu:
a.
Melaksanakan
ketertiban (law and Order); untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah
bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka Negara harus melaksanakan
penertiban. Dan dapat dikatakan bahwa Negara bertindak sebagai “Stabilisator”.
b. Mengusahakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyatnya
c.
Pertahanan;
hal ini diperlakukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar. Untuk ini
Negara dilengkapi dengan alat pertahanan.
d. Menegakkan keadilan; hal ini
dilaksanan melalui badan-badan pengadilan.
Sarjana
lain, Carles E. Merriam menyebutkan lima fungsi Negara yaitu: (1) keamanan
ektern, (2) ketertiban intern, (3) Keadilan, (4) kesejahteran umim, (5)
Kebebasan.
Keseluruhan fungsi Negara di atas diselenggarakan oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
(Ubaidillah,
A, 2000: 54-55)
B. Konstitusi
1. Pengertian Konstitusi
Di dalam ilmu Negara dan hukum tata Negara, konstitusi
diberi arti yang berubah-ubah sejalan dengan perkembangan kedua ilmu tersebut.
Pertama, pengertian konstitusi pada masa pemerintahan-pemerintahan kuno
(ancient regime). Kedua, pengertian yang baru yaitu pengertian konstitusi
menurut tafsiran modern yakni sejak lahirnya dokumen konstutusi yang pertama di
dunia yang dikenal dengan nama Virginia Bill of Right (1776).
Konstitusi dalam pengertian pertama diartikan sebagai nama
bagi ketentuan-ketentuan yang menyebut hak-hak dan kekuasaan dari orang-orang
tertentu, keluarga-keluarga tertentu yang berkuasa atau suatu badan-badan
tertentu. Sebagai contoh di mas-masa pemerintahan kerajaan absolut, konstitusi
diartikan sebagai “ kekuasaan perorangan yang tak terbatas dari sang raja”. Sedangkan konstitusi dalam
pengertian kedua, menurut Sovernin Lohman, meliputi tiga unsur, yaitu:
1.
Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak social), artinya konstitusi merupakan hasil atau kongklusi dari
kesepakatan masyarakat untuk membina Negara dan pemerintahan yang akan mengatur
mereka;
2. Konstitusi sebagai piagam yang
menjamin hak-hak asasi manusia dan warga Negara sekaligus penentuan batas-batas
hak dan kewajiban warga Negara dan alat-alat pemerintahannya;
3. Konstitusi sebagai forma regimenis
yaitu kerangka bangunan pemerintahan.
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata
kerja yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah
negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari
segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda menggunakan istilah
“Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar dari segala
hukum.
Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah
dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi
pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan
dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). Namun menurut
para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan
termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan dan distibusi maupun alokasi. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok
(fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara. Terdapat dua jenis
kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution) dan konstitusi tidak
tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti halnya “Hukum
Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak
Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan.
Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib
untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai
kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada
dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi
atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi
itu sendiri. Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama deengan hukum,
namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
·
Berbagai
lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
·
Hubungan antar
lembaga negara.
·
Hubungan
antar lembaga negara (pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
·
Adanya
jaminan atas hak asasi manusia.
·
Hal-hal
lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu
konstitusi tidak menjamin bahwa konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna,
banyak negara yang memiliki lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam
konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan
lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak
asasi manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik
dibandingkan dengan yang diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak
negara yang memiliki aturan-aturan tertulis di luar konstitusi yang memiliki
kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat pada konstitusi.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang
mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang
dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat,
maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah
paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.
Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan
kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diatur¬nya.
Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap
menentukan berlakunya suatu konstitusi.” Konstitusi Pemerintahan Presidensial
dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive
Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak
termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun
pemerintahan Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung
ciri-ciri pemerintahan presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer.
Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem konstitusi
campuran.
2. Lahirnya
Konstitusi
Latar belakang lahirnya konstitusi pertama Republik
Indonesia; Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak
29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 21 orang, diantaranya Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yang
terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1
wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil.
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas
menyusun konstitusi bagi Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama
Undang-Undang 1945 (UUD’45). Para tokoh perumus itu adalah: dr. Radjiman
Widioningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo,
Pangeran Soerjahamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan
Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatera), Mr. Abdul Abbas (Sumatera), Dr. Ratulangi,
Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali)
A H. Hamidan (Kalimantan), R. P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr.
ohammad Hassan (Sumatera).
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari
janji Jepang untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari.
Janji tersebut antara lain berisi: “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya
peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membebaskan bangsa
Indonesia dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Tentara Dai Nippon dengan
serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut maupun udara,
untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia
sebagi saudara muda serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus
ikhlas di semua bidang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk
berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya.
Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah
selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia.
Setelah Jepang dipukul mundur tentara sekutu, Jepang tak lagi inget akan
janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih
bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat
kemerdekaan tiba. Setelah merdeka kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi
nampaknya tidak bias ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar
kemerdekaan, panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan
sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai
berikut:
1.
Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD ’45 yang bahannya di ambil
dari rancangan undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22
Juni 1945;
2.
Menetapkan
dan mengesahkan UUD ’45 yang bahannya hamper seluruhnya diambil dari RUU yang
disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
3.
Memilih
ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil
ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden;
4.
Pekerjaan
presiden untuk sementara waktu dibantu oleh panitia persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional; Dengan terpilihnya presiden dan
wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia
sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap
Negara telah ada yaitu adanya:
a.
Rakyat, yaitu bangsa Indonesia;
b. Wilayah,yaitu tanah air Indonesia
yang terbentang dari sabang sampai merauke yang terdiri dari 13.500 buah pulau
besar dan kecil;
c.
Kedaulatan
yaitu sejak pengucapan proklamasi kemerdekaan Indonesia;
d. Pemerintah yaitu sejak terpilihnya
presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara;
e.
Tujuan
Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila;
f.
Bentuk
Negara yaitu Negara kesatuan (pasal 1 ayat 1 UUD ’45).
Dalam sejarah konstitusi Indonesia, undang-undang dasar 1945
pernah tidak berlaku untuk seluruh wilayah Negara republik Indonesia yakni
antara tanggal 27 Desember 1949 sampai di keluarkan dekrit presiden pada taggal
5 Juli 1959, pada masa itu berlaku konstitusi republic Indonesia serikat
(konstitusi RIS) dan pada 1950 memberlakukan Undang-Undang Dasar sementara 1950
(UUDS 1950).
D. Konstitusi
di Indonesia
1.
Negara
Indonesia adalah Negara Hukum
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum bukan berdasarkan
atas kekuasaan belaka terbukti bahwa pemerintahan dan lembaga- lembaga lainnya
dalam melaksanakan tidakan- tindakan apa pun harus dilandasi oleh peraturan
hukum atau dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Disamping akan tampak
dalam rumusannya dalam pasal- pasalnya, juga akan menjalankan pelaksanaan dari
pokok- pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan
oleh cita- cita hukum dan hukum dasar yang tertulis dengan landasan negara
hukum setiap tindakan Negara haruslah mempertimbangkan dua
kepentingan yaitu kegunaannya dan hukumnya, agar senantiasa setiap tindakan
Negara selalu memenuhi dua kepentingan tersebut.
Hukum
Dasar Tertulis dan tidak Tertulis
a.
Hukum Dasar Tertulis
Dasar hukum tertulis adalah Undang- undang Dasar yang
menurut sifat dang fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan
tugas- tugas pokok cara kerja badan- badan tersebut. Undang- undang Dasar
bersifat singkat dan supel. Undang- undang Dasar 1945 hanya memiliki 37 pasal,
adapun pasal- pasalnya hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal
ini mengandung makna:
1. Telah cukup jika undang- undang
dasar hanya memuat aturan- aturan pokok.
2. Sifatnya yang supel.
3. Memuat aturan- aturan, norma- norma
serta ketentuan- ketentuan yang harus dilaksanakan secara konstitusional
4. Undang- undang Dasar 1945 merupakan
peraturan hukum positif tertinggi
b. Hukum Dasar yang tidak Tertulis
Aturan- aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis
mempunyai sifat- sifat, yaitu:
1. Merupakan kebiasaan berulang kali
dalam penyelenggaraan Negara.
2. Tidak bertentangan dengan undang-
undang dasar dan berjalan sejajar.
3. Diterima oleh seluruh rakyat.
4. Bersifat sebagai pelengkap.
2.
Sistem
Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil Amandemen 2002
Sistem pemerintahan di Indonesia sebelum dilakukan amandemen
dijelaskan secara terperinci dan sistematis dalam undang- undang dasar 1945.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia ini dibagi atas tujuh yang secara
sistematis merupakan pertanggung jawaban kedaulatan rakyat oleh karena itu
sistem Negara ini dikenal dengan tujuh kunci pokok system pemerintahan,
walaupun tujuh kunci pokok menurut penjelasan tidak lagi merupakan dasar
yudiris, namun mengalami perubahan.Penjelasan UUD 1945 yang memuat 7
buah kunci pokok, yaitu :
1. Indonesia adalah negara yang
berdasar atas hukum (rechstaat)
Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum dan
bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti bahwa negara dalam melaksanakan
tindakan apapun harus selalu dilandasi oleh hukum atau segala tindakannya harus
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Negara hukum yang dimaksud oleh UUD 1945 bukanlah negara
hukum dalam arti formal (sebagai polisi lalu lintas atau penjaga malam) tetapi
negara hukum dalam arti material (dalam arti luas) yaitu negara tidak hanya
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tetapi juga
harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.Sistem
Konstitusional
2. Pemerintah berdasar atas sistem
konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
tak terbatas).
Sistem ini menegaskan bahwa pemerintahan negara
dibatasi oleh konsitusi dan otomatis dibatasi juga oleh ketentuan hukum yang
merupakan produk konstitusional lainnya seperti GBHN, UU dll.
Sistem
ini juga memperkuat dan menegaskan sistem negara hukum. Berdasarkan kedua
sistem ini diharapkan dapat tercapai mekanisme hubungan tugas dan hukum antara
lembaga-lembaga negara yang dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri.
3. Kekuasaan negara yang
tertinggi berada di tangan MPR
Kedaulatan
rakyat dipegang oleh MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai
pemegang kekuasaan yang tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu :
a)
Menetapkan UUD dan GBHN.
b)
Memilih dan mengangkat Presiden dan Wapres.
Majelis mengangkat dan melantik Kepala Negara dan
Wakil Kepala Negara, oleh karena itu Kepala Negara dan Wakil Kepala
Negara harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
4. Presiden adalah penyelenggaran
pemerintahan negara yang tertinggi di bawah Majelis.
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di
bawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan tanggung jawab ada
pada Presiden (concentration of power and responsibility upon the
President).
5. Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR
Presiden harus bekerja sama dengan DPR tetapi Presiden tidak
bertanggun jawab kepada DPR,artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari
DPR.
Presiden
harus mendapat persetujuan dari DPR untuk membentuk UU serta menetapkan APBN.
Presiden
tidak dapat membubarkan DPR dan DPRpun tidak dapat menjatuhkan presiden.
6. Menteri Negara adalah pembantu
Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukan menteri tidak tergantung pada DPR tetapi pada
Presiden. Pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan wewenang
sepenuhnya Presiden (Pasal 17 ayat 2).
Menteri
bertanggung jawab kepada Presiden. Dengan petunjuk dan persetujuan Presiden,
menteri-menterilah yang sebenarnya menjalankan pemerintahan di bidangnya
masing-masing.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas
Kepala negara bukanlah dikatator karena ia harus
mempertanggungjawabkan tindakannya kepada MPR.
C. Hubungan Antara Negara dan
Konstitusi
Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha
untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang
penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi) Merupakan satu
kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila,
melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar Negara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Negara merupakan suatu organisasi
diantara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara
bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan mengakui
adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok
atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
2. Konstitusi diartikan sebagai
peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak
tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok yang menopang berdirinya
suatu Negara.
3. Antara negara dan konstitusi
mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena melaksanakan konstitusi pada
dasarnya juga melaksanakan dasar negara.
4. Pancasila sebagai alat yang
digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila
cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai
konstitusi melainkan UUD 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Ubaidillah,
A., Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,
Jakarta: IAIN Press, 2000 h. 33-37, 48-55, 82-83, 85-87.
Budiarto,
Miriam, Dasar-dasar Ilmu politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Media, 1987
Diponolo,
GS., Ilmu Negara, Jilid 1, Jakarta :Balai Pustaka, 1975
Lubis,
M. Solly, Asas-asas Hukum Tata Negara, Bandung, Alumni, 1982
Ashiddiqie,
Jimly., Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya Di
Indonesia, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta 1994
Kaelan,
M.S., Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan, Membahas Proses Reformasi
Paradigm Reformasi Masyarakat Madani, paradigm, Yogyakarta, 1999
Comments
Post a Comment